Judul Buku : Cerita Cinta Enriko
Pengarang
: Ayu Utami
Penerbit
: PT
Gramedia Pusat Utama
Kota Tempat
Terbit : Jakarta
Tahun
Terbit
: 2012
Tebal
: Xiii + 244 Halaman
Harga :
Rp 50.000,00
Enriko merupakan seorang anak yang
lahir bertepat pada hari revormasi dimana pemberontakan militer pecah. Ketika
itu dia baru orok merah berumur sehari dan harus dibawa mengungsi dan masuk
hutan untuk bergelirya. Ayahnya bernama Letda Muhamad Irsad seorang Letnan
Angkatan Darat yang lahir di Pulau Madura beragama muslim dan ibunya yang
bernama Syrnie Masmirah yang lahir di Pulau Jawa tepatnya di kudus beragama non
muslim (kristen katolik). Enrico memiliki kakak perempuan yang bernama Sanda.
Sanda meningal ketika berumur masih sangat muda karena penyakit asma.
Ibu Enrico merupakan seorang
peternak ayam petelur yang ulung. Telur-telur ayam tersebut akan dijualnya ke
kota provinsi yang jaraknya setengah hari perjalanan. ketika Enriko dan kakak
perempuannya di rumah dan tidak ada siapapun selain mereka berdua tiba-tiba
seekor ayam hitam menerjang dan mendarat dihadapan Enriko dan Sanda. Kakak Enriko
berusaha mengusir ayam tersebut dan usaha kakanya pun berhasil. Setelah kejadia
itu ayah Enriko melarang istrinya untuk berjualan telur ke kota provinsi lagi.
Enriko lahir di Padang, 15 Februari
1958 yang bertepatan pula pada hari yang bersejarah bagi Bangsa Indonesia yaitu
Pengumuman Deklarasi Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia yang kelak
dikenal sebagai hari pemberontakan. Nama Enrico diambil dari penyanyi idaman
ibunya yaitu Enrico Caruso seorang penyanyi tenor Italia. Namun ayahnya Irsad
menolak nama itu kemudan diganti dengan Prasetya Riska yang sesuai dengan
lingkungan militernya dengan panggilan sayang Rico. Enrico.
Revolusi yang diumumka di padang tidak dianggap sebagai tuntutan otonomi
daerah yang tulus oleh presiden Soekarno. Soekarno memusuhi blok Barat dan
lebih memberi keleluasaan kepada blog Komunis dalam permulaan perang dingin
itu. Jawa akan menumpas pemberontakan sebagai bagian dari perang melawan campur
tangan Amerika Serikat terhadap kemandirian Indonesia. Sumatra menyebut
revolusi. Jawa menyebut pemberontakan. Tapi dalam pasukan pemberontakan itu terdapat
banyak keluarga prajurit Jawa serta Madura termasuk kedua orang tua Enrico.
Enrico beranjak dewasa dan ketika
itu Enrico masuk ke sekolah dasar (SD) Andreas yang dilaksanakan pada sore hari.
Seiring dengan kedewasaannya Enrico yang awalnya anak penurut dengan kedua
orang tuannya kini berubah menjadi anak yang nakal. Kenakalan itu berawal dari
pengaruh teman-temannya dan ia mulai mencoba hal-hal baru yang menuruntnya
begitulah seorang lelaki yang jantan. Tahun 1975 yang pada saat itu Enrico
menginjak umur 17 tahun, pada saat itu hanya satu permintaanya kepada ayahnya
yaitu setelah lulus dari SMAN-1 ia akan melanjutkan pendidikan ke ITB. Tujuan
enrico hanya satu yaitu kebebasan. Tahun 1977 enrico telah resmi menjadi
mahasiswa salah satu Universitas di Bandung yaitu ITB dengan Jurusan Pertambangan.
Pada saat itu gejolak terjadi dimana-mana dan mahasiswa memiliki kebebasan
besuara untuk menggagalkan terpilihnya kembali presiden Soeharto menjadi
presiden Republik Indonesia. Enriko pun ikut dalam gerakan-gerakan mahasiswa yang
anti terhadap terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Selama di Bandung Enrico telah
merasakan hawa kebebasan yang ia idam-idamkan semanjak di Sumatra. Ia mengenal
berbagai macam perjudian, mengkonsumsi minuman keras dan bermain wanita, dan
kini itulah jalan yang ia pilih sampai akhir hayatnya. Enrico tidak mengenal
agama dan bisa di sebut Enrico ateis yang tidak mengenal satu agamapun. Setelah
sepuluh tahun kepergian Enrico ke Jawa Ibunya meningal karena hepatitis, kemudian
beberapa tahun setelah itu yaitu bertepat pada tanggal 17 agustus tahun 2000
ayahnya pun meninggal dan ia hidup sebatang kara.
Karena sejak awal tujuannya hanya
satu yaitu menginginkan kebebasan maka itulah yang ia dapatkan sekarang, tanpa
rasa cinta, cita-cita, agama dan tujuan hidup, dan segala kebebasan lainnya. Enriko
hidup sebatang kara, hidup dengan penuh kebebasan, bergontak-ganti pasangan
tidur dan sebagainnya. Namun, suatu ketika dia menemukan perempuan yang menurutnya
berbeda dari perempuan lain, sebut saja perempuan itu bernama A. A merupakan
perempuan yang tak ingin menikah dan tak ingin memiliki anak karena menurutnya
perempuan terlalu ditekankan oleh nilai, keluarga, dan masyarakat.
Tahun 2008 Enriko menginjak umur 50
tahun dan belum juga menikah meskipun Enriko dan A tinggal satu atap dan satu
kamar. Namun, pada tahun 17 agustus 2011, Prasetya Riska (Enrico) dan Justina A
pun menikah setelah mereka menyadari bahwa pernikahan itu penting dan harus.
Ya, begitulah kehidupan yang mereka jalani selama ini.